Tax Amnesty Periode III, Ini Yng Harus Dilakukan!

  • 0
Jasa Tax Amnesty Periode III 2017

Tax Amnesty Periode III, Ini Yng Harus Dilakukan!

Jakarta – Program pengampunan pajak atau tax amnesty telah memasuki periode III dengan tarif tebusan sebesar 5%. Periode III ini merupakan periode terakhir dari program pengampunan pajak yang dilakukan oleh pemerintah.

Menurut Pengamat Perpajakan DDTC, Darussalam, untuk dapat menjaring wajib pajak di periode terakhir ini, pemerintah harus melakukan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan yang dilakukan terhadap wajib pajak di periode I maupun periode II. Menurutnya, di periode III ini pemerintah sudah harus tegas kepada para wajib pajak.

“Jadi di periode ke III ini, pemerintah harusnya hanya berbicara mengenai penegakan hukum yang akan dipakai untuk wajib pajak yang tidak patuh, atau yang tidak ikut tax amnesty. Jadi wajib pajak yang tidak patuh atau yang tidak ikut tax amnesty, nanti pasca tax amnesty akan dilakukan penegakan hukum secara tegas,” ungkap Darussalam kepada detiFinance di Jakarta, Senin (2/1/2017).

Jasa Tax AmnestyPengampunan Pajak

Pada periode terakhir tax amnesty ini, pemerintah dinilai sudah tidak punya pilihan lain, selain memberikan peringatan sanksi tegas kepada para wajib pajak yang belum ikut tax amnesty. Pemerintah, kata Darussalam, harus kembali memberikan surat imbauan kepada para wajib pajak, seperti yang sebelumnya pernah dilakukan.

“Periode III ini bisa dilakukan imbauan dengan menyurati wajib pajak yang tidak patuh, berdasarkan data dimiliki oleh Direktorat Jendral Pajak, seperti yang dilakukan kemarin. Itu harus fokus dilakukan lagi dan harus secara masif. Karena pemerintah enggak punya pilihan lagi,” kata dia.

“Jadi pemerintah di periode III ini hanya berbicara penegakan sanksi hukum terkait dengan wajib pajak yang tidak patuh yang tidak ikut tax amnesty, jadi itu saja yang harus menjadi fokus pemerintah,” lanjutnya.

Itu perlu dilakukan, sebab di periode pertama pemerintah telah memberikan pendekatan secara halus dan hanya bersifat persuasif. Oleh karenanya, di periode terakhir ini, pemerintah dinilai sudah harus memaksa wajib pajak mengikuti tax amnesty. Terlebih, kata Daruss, hingga saat ini masih banyak jumlah wajib pajak yang belum mengikuti program pengampunan pajak tersebut.

“Karena saya yakin masih banyak wajib pajak yang belum ikut tax amnesty. Jadi sekarang waktunya untuk memaksa mereka mau ikut, bukan hanya sosialisasi saja yang harus dilakukan, tapi pemerintah harus menyatakan bahwa ini periode terakhir, ini kesempatan terakhir, dan bagi wajib pajak yang tidak patuh dan tidak ikut tax amnesty, pasca tax amnesty penegakan hukum akan dilakukan secara tegas,” tuturnya. (mkl/wdl)

 

Berikut kontak kami :

Office : +62 21 71795200
Phone : +62 811 8209 774 (Call Only)
SMS/WA :+62 8111 908 109 (SMS/WA Only)
Email : info@astomoservices.com
BBM : 7DC988DE

Jasa Pengurusan Pajak Amnesty


  • 0

Pengaruh Kurs Valuta Asing

Dalam bidang Pajak dan Akuntansi sudah tidak asing lagi dengan Valuta. Kali ini Astomo Services yang menyediakan jasa konsultan pajak dan jasa akuntansi / accounting services jakarta akan membahas mengenai Perngaruh Kurs Valuta Asing. MAri kita ulas di artikel ini, yang bersumber dari Dwi Martani (Staf pengajar Akuntansi FEUI, anggota tim implementasi IFRS).

PT. Pertamina (Persero) mulai tahun 2012 akan menyajikan laporan keuangan menggunakan US Dolar, tidak lagi menggunakan rupiah. Penggunaan mata uang US Dolar untuk BUMN terbesar yang dimiliki oleh bangsa ini terkadang menimbulkan rasa nasionalisme kita. Namun sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan bahkan telah menerbitkan surat berharga (global bonds) di pasar modal Singapura, Pertamina tidak dapat menghindar dari kewajiban untuk menerapkan PSAK 10 tentang Pengaruh Perubahan Selisih Kurs yang mulai berlaku efektif 1 Januari 2012.

PSAK 10 mengatur pengaruh selisih kurs atas transaksi dalam mata uang asing dan penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing.Bagian awal PSAK 10 mengatur tentang mata uang fungsional.Pengaturan mata uang asing sebelum adopsi IFRS diatur dalam 3 PSAK dan 1 ISAK yaitu, PSAK 10: Transaksi dalam Mata Uang Asing, PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing, PSAK 52: Mata Uang Pelaporan dan ISAK 4: Interprestasi atas Paragraf 20 PSAK 10 tentang Alternatif Pelakuan yang diizinkan atas selisih kurs. Otomotis standard an intepretasi tersebut tidak berlaku lagi.

Standar menyatakan bahwa entitas harus menyajikan dalam laporan keuangan dengan menggunakan mata uang fungsional.Mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi.Dapat diartikan juga sebagai mata uang utama yang difungsikan dalam kegiatan operasi dan pendanaan perusahaan.Standar memberikan acuan kepada manajemen untuk menentukan mata uang fungsional.Dalam menentukan mata uang fungsional manajemen akan mempertimbangkan indikator utama, bahwa mata uang adalah:

 Mata uang paling mempengaruhi harga jual (seringkali menjadi mata uang dimana harga jual untuk barang dan jasa didenominasikan dan diselesaikan); dan dari dari suatu negara yang kekuatan persaingan dan perundang-undangannya sebagian besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya.
 Mata uang yang mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang atau jasa (biaya didenominasikan dan diselesaikan
Jika berdasarkan indicator utama di atas belum dapat ditentukan mata uang fungsional maka dapat digunakan indikator dalam paragraph 10. Mata uang fungsional adalah mata uang yang banyak digunakan untuk aktivitas pendanaan diperoleh baik melalui penerbitan utang maupun ekuitas dan mata uang yang digunakan untuk menahan penerimaan dari aktivitas operasi (laba ditahan).
Jika ketentuan dalam paragrap 10 belum dapat menjawab mata uang fungsional suatu entitas, maka pertimbangan dalam paragraph 11 berikut yang akan digunakan:
 Apakah kegiatan usaha luar negeri dilaksanakan sebagai suatu perpanjangan dari entitas pelapor atau otonomi yang signifikan.
 Tinggi rendahnya proporsi kegiatan usaha luar negeri.
 Apakah arus kas secara langsung mempengaruhi arus kas entitas pelapor dan apakah arus kas tersebut siap tersedia untuk dikirimkan ke entitas pelapor.
 Apakah arus kas cukup untuk membayar kewajiban instrumen utang yang ada ataupun yang diperkirakan dapat terjadi tanpa adanya dana yang disediakan oleh entitas pelapor.

Dalam penjabaran mata uang asing ke dalam mata uang fungsional, perlakuan akuntansi dibedakan atas pos moneter dan pos non moneter. Pos moneter adalah pos yang memiliki konsekuensi penerimaan atau pengeluaran kas di masa mendatang sesuai dengan jumlah yang dicantumkan dalam mata uang asing tersebut , misal tagihan, liabilitas dan investasi dalam obligasi. Pos selain moneter dikategorikan sebagai pos non moneter.

Perusahaan seringkali melakukan transaksi mata uang asing atau mata uang selain mata uang fungsional.Pada saat pengakuan awal, transaksi mata uang asing harus dicatat dengan menggunakan mata uang fungsional.Jumlah mata uang asing dihitiung dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs spot pada tanggal transaksi. Pada tanggal pelaporan, pos moneter akan dinyatakan dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Pos non moneter dicatat dengan menggunakan kurs historis sehingga tidak perlu disesuaikan dengan kurs pada tanggal pelaporan.

Kami sebagai perusahaan Jasa Pajak Dan Accounting Perusahaan siap mengatasi dan membantu permasalah Anda. Untuk arttikel lengkapnya bisa Anda download melalui link berikut.

Download Artikel Pengaruh Kurs Valuta Asing

Butuh Jasa Konsultan Pajak Jakarta? atau butuh Jasa Accounting Services Jakarta? Hubungi Customser Service kami sekarang juga!

Jasa Pajak Dan Akuntansi Perusahaan Jakarta

Call Now!


  • 0

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Oleh : Dwi Martani (Staf pengajar Akuntansi FEUI, anggota tim implementasi IFRS)
Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di mana entitas beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya. PSAK 46 (revisi 2010)): Pajak Penghasilan mengatur bagaimana entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas. Peraturan pajak dan standar akuntansi memiliki perbedaan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban yang dapat memunculkan aset atau liabilitas pajak tangguhan yang harus diungkapkan dan disajikan dalam laporan keuangan.

Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.

Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut. Entitas juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan, membayar sewa kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor akuntan publik, entitas harus memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas pajak yang telah dipotong, harus disetorkan ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan laba rugi komprehensif, karena pajak tersebut bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak lain, sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah yang dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu penerima penghasilan dan kas negara sebagai penerima pajak.

Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib memotong PPN (pajak pertambahan nilai). Untuk produksi dan import barang mewah akan dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus diadministrasikan dan juga dicatat dalam pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat pajak yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak dalam laporan posisi keuangan. PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak mempengaruhi jumlah penjualan dan pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya.

Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Atas penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan dipotong pajak. Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28). Pajak kurang bayar akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak (lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak kini

PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak penghasilan entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan dikenakan dan dihitung berdasarkan penghasilan yang telah diakui entitas. Konsep matching principles, tetap dipertahankan dalam pengakuan ini, sehigga jika penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya harus diperhitungkan pada periode tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya akan dibayarkan pada periode yang lain.

PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan merupakan revisi atas PSAK 46 : Akuntansi Pajak Penghasilan tahun 1998. Revisi dilakukan dengan menyesuaikan PSAK dengan IAS 21: Income taxes. Beberapa ketentuan dalam IAS 21 yang tidak diadopsi dalam PSAK 46 revisi 1998, ditambahkan. Namun ada beberapa ketentuan pajak dalam regulasi Indonesia seperti pajak finak dan surat ketetapan pajak masih dipertahankan, sehinga masih terdapat perbedaan antara IAS 12 dan PSAK revisi (2010). Ketentuan dalam PSAK 46 secara umum mengikuti praktik umum yang berlaku secara internasional. Beban pajak dalam laporan keuangan tidak dihitung berdasarkan jumlah pajak terhutang menurut fiskal namun juga tidak dihitung berdasarkan laba sebelum pajak sebelum tarif yang berlaku.
Beban pajak merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan. Praktik sebelum PSAK 46 revisi 1998, beban pajak penghasilan dalam laporan laba rugi adalah beban pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Untuk SAK ETAP, beban pajak dalam laporan keuangan adalah pajak terutang menurut perhitungan fiskal. Beban (manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari perbedaan temporer yang menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode masa depan.

Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama, karena memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia namun hampir di seluruh Negara cenderung terdapat perbedaan antara pajak dan akuntansi. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan menjadi dua, perbedaan permanen dan perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Informasi dalam rekonsiliasi fiskal disajikan dalam catatan atas laporan keuangan, sebagai informasi pendukung untuk menghitung jumlah beban pajak kini, beban pajak tangguhan dan aset / liabilitas pajak tangguhan yang terkait.

Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa mendatang. Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan dengan kriteria tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah, sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di pasar modal. Penghasilan yang dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh entitas program purna karya. Atas perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan konsekuensi pajak yang terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak tangguhan. Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang, perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final dilaporkan dalam laporan pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak umum.

Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga secara total nilai beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda. Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat aset atau liablitas dalam laporan posisi keuangan berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat bukti obyektif sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika telah memenuhi ketentuan spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan. Untuk entitas dalam industri keuangan ada peraturan khusus untuk menghitung nilai cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment) aset tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan.

Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak, maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.

Sebagai ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar 12.000 disusutkan menurut pajak selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi disusutkan selama 5 tahun dengan nilai sisa 2.000. Tabel berikut memberikan gambaran pajak tangguhan, dengan mengasumsikan pendapatan 5.000.

Akuntansi Pajak Penghasilan

Akuntansi Pajak Penghasilan

Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga beban pajak sebesar 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke kas Negara sebesar 500 dan beban pajak tangguhan sebesar 250. Dampaknya timbul kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutanya lebih kecil sehingga laba akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak tangguhan selama 4 tahun pertama. Pada tahun kelima, entitas membayar pajak lebih besar karena tidak ada lagi penyusutan. Namun secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya lebih kecil sebesar 3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar 1.250 namun beban pajak yang diakui sebesar 750. Selisihnya 500 merupakan manfaat pajak tangguhan dan mengurangi kewajiban pajak tangguhan.

Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa 2.000 dan saldo kewajiban pajak tangguhan 500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika tahun ke 7 peralatan dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset sebesar 3.000 sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset 1.000 karena masih ada nilai sisa 2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan dibayarkan sebesar 750, namun secara akuntansi beban pajak 250, yang 500 manfaat pajak tangguhan. Kewajiban pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak tangguhan, karena asetnya sudah terjual.

Perbedaan temporer juga dapat muncul karena kompensasi kerugian. Peraturan pajak menjelaskan bahwa wajib pajak dapat mengkompensasikan kerugian selama lima tahun setelah kerugian tersebut terjadi. Jika entitas mengalami rugi sebesar (20.000) maka selama lima tahun berikutnya entitas tidak akan membayar pajak sampai keuntungan mencapai jumlah kerugian tersebut. Manfaat pajak tersebut diakui secara akuntansi pada saat kerugian terjadi sebesar 5.000 (25% x 20.000). Entitas mengakui aset pajak tangguhan dalam laporan posisi keuangan dan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba rugi komprehensif. Jika pada tahun berikutnya entitas memiliki penghasilan kena pajak 6.000, maka entitas tidak membayar pajak karena masih memiliki kompensasi kerugian, namun secara akuntansi tetap akan diakui beban pajak tangguhan sebesar 1.500. Beban pajak tangguhan ini diperoleh dari pemulihan aset pajak tangguhan. Akhir tahun pertama saldo aset pajak tangguhan tersisa 5000-1.500 =3.500 mencerminkan sisa kompensasi yang belum dimanfaatkan 14.000.

Aset pajak tangguhan yang telah diakui pada periode sebelumnya, karena perubahan kondisi ekonomi menjadi tidak terpulihkan di masa depan. Untuk aset pajak tangguhan terkait dengan kompensasi kerugian, entitas kemungkinan tidak dapat memanfaatkan kompensasi karena entitas rugi terus. Standar akuntansi mengharuskan untuk membuat cadangan atas penurunan nilai aset pajak tangguhan, jika terdapat indikasi bahwa pada periode masa depan tidak dapat dipulihkan.

Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat disajikan saling hapus sesuai dengan ketentuan dalam penyajian instrumen keuangan. Saling hapus dapat dilakukan jika entitas memiliki hak secara hukum untuk melakukan saling hapus dan berniat menyelesaikan dengan dasar neto. Untuk aset dan liabilitas pajak tangguhan dalam satu entitas, penyelesaiannya dilakukan dalam perhitungan pajak entitas tersebut sehingga dapat disajikan saling hapus. Namun jika aset dan liabilitas pajak tangguhan muncul dari entitas yang berbeda dalam laporan konsolidasian, akan tetap disajikan terpisah tidak dinetokan. Aset pajak tangguhan pada anak entitas tidak dapat dipulihkan dari laba induk entitas. Tidak ada hak secara hukum untuk saling hapus kewajiban perpajakan antara anak dan induk, karena kewajiban perpajakan untuk masing-masing entitas.

Untuk entitas yang menyusun laporan konsolidasian, pajak akan dipertanggungjawabkan untuk masing2 anak entitas. Laba dari anak entitas bukan obyek pajak, sehingga dalam menghitung pajak induk sebagai wajib pajak tidak memasukkan laba anak entitas. Koreksi fiskal akan dilakukan masing-masing entitas tidak ada koreksi fiskal entitas konsolidasi. Namun karena entitas konsolidasian menggabungkan laporan keuangan semua anak dalam kendali induk, maka beban pajak harus dihitung atas entitas konsolidasian. Beban pajak kini dihitung dari beban pajak kini induk dan total beban pajak kini dari anak entitas. Beban (manfaat) pajak tangguhan meruapak penjumlahan juga. Untuk aset dan liabilitas pajak tangguhan juga dikonsolidasikan tanpa ada proses eliminasi.

Untuk penghasilan yang dikenakan pajak final, standar menjelaskan secara khusus walaupun tidak ada dalam IAS 21. Atas aset dan liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset dan liabilitas pajak tangguhan. Alasannya karena pajak final tidak dilaporkan dalam menentukan pajak penghasilan. Karena tidak terdapat perbedaan temporer maka tidak diakui adanya aset dan liabilitas pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenakan pajak final beban pajak diakui proporsional dengan pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Ketentuan standar mengharuskan penghasilan yang dikenakan pajak final diakui sebesar nilai bruto, kemudian beban pajak (kini) akan diakui pada periode

yang sama. Atas pengakuan penghasilan yang dikenakan pajak final menurut akuntansi dan belum dibayarkan pajak finalnya, maka akan diakui beban pajak final pada periode tersebut dan pajak yang masih harus dibayar. Untuk kondisi sebaliknya, atas pendapatan yang dikenakan pajak final diterima dimuka, akan diakui pajak final dibayar dimuka, karena pembebanan pajak hanya sebesar beban yang diakui menurut akuntansi. Pajak penghasilan final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus dibayar.

Jumlah pajak dan denda yang ditetapkan dalam surat ketetapan pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada periode berjalan. Pembebanan ditangguhkan jika memenuhi kriteria pengakuan. Jika terdapat bukti bahwa SKP tersebut tidak menimbulkan kewajiban di masa mendatang, karena proses banding atau keberatan yang berpotensi dimenangkan entitas maka pembebanan SKP dapat ditangguhkan.

Untuk perbedaan nilai aset investasi pada asosiasi antara pencatatan akuntansi dan dasar pengenaan pajak, menurut standar diakui sebagai perbedaan temporer. Peraturan perpajakan di Indonesia mengecualikan deviden dan laba entitas asosiasi dengan kepemilikan sekurang-kurangnya 25% sebagai penghasilan. Sehingga menurut pajak investasi akan tercatat sebesar nilai perolehan, sedangkan dengan metode ekuitas nilai investasi akan meningkat sebesar laba yang belum terbagi, karena pendapatan diakui saat melaporkan laba dan dividen dicatat mengurangi investasi. Standar menjelaskan bahwa perbedaan temporer terkait investasi pada asosiasi, anak dan cabang dapat tidak diakui jika entitas induk tidak mampu mengendalikan waktu pemulihan perbedaan temporer dan kemugkinan perbedaan temporer tersebut tidak dapat dipulihkan di masa depan yang dapat diperkirakan.

Dengan PSAK 46 entitas tidak hanya diwajibkan memenuhi ketentuan regulasi untuk membayar dan melaporkan pajak, namun juga menyajikan dan mengungkapkan informasi tersebut dalam laporan keuangan. Jika terjadi perbedaan temporer antara laba menurut akuntansi dengan penghasilan kena pajak, sehingga menyebabkan nilai aset dan liabilitas berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut harus diperhitungkan konsekuensi pajaknya di masa mendatang.

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN


Jasa Customs Clearance, Jasa Pajak dan Jasa Accounting

Jasa Accounting Jakarta - Astomo Services

Jasa Customs Clearance, Jasa Pajak Dan Jasa Accounting Jakarta - Astomo Services

Kurs Rupiah Update

JOIN NOW!

Jasa Customs Clearance, Jasa Pajak Dan Jasa Accounting Jakarta - Astomo Services

Twitter